Ketika saya melihat video yang ditayangkan oleh VOA pada edisi Karir sebagai Wartawan - VOA Career Day terbitan 02.10.2012,
http://www.voaindonesia.com/media/video/1519192.html?z=3081&zp=1
http://www.voaindonesia.com/media/video/1519191.html?z=0&zp=1
http://www.voaindonesia.com/media/video/1519191.html?z=0&zp=1
semakin bertambah rasa percaya diri saya untuk menulis artikel ini. Sebagai pengetahuan pembaca, saya adalah seorang Buruh Migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Hong Kong.
Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong atau orang biasa menyebut kami para TKW di Hong Kong tidak pernah menyurutkan kami untuk terus menggali potensi diri kami untuk berkarya, belajar, dan berprestasi.
Tentu saja kami sangat berterima kasih kepada pemerintah Indonesia yang dalam hal ini adalah KJRI dan BUMN. Karena mereka membekali ketrampilan wirausaha kepada buruh migran Indonesia, guna persiapan nanti ketika kelak pulang ke tanah air dengan program-program yang telah dan yang akan dilaksanakan. Serta tak kalah hebatnya adalah peran NGO (Non Government Organization) Indonesia yang ada di Hong Kong yang pro aktif terhadap para buruh migran Indonesia.
Kita tak dapat pungkiri peran NGO ini memberikan input yang sangat baik dan mengikis persepsi negatif tentang buruh migran Indonesia di Hong Kong, sejatinya kami para TKW mampu berkarya dan berprestasi.
Sebut saja DDHK, salah satu NGO Indonesia yang ada di Hong Kong ini pada minggu (22/7/2012) telah mengadakan Pelatihan Komunikasi kepada buruh migran Indonesia tentang jurnalistik. http://ddhongkong.org/pelatihan-komunikasi-ddhk-berlangsung-lancar/
Dalam pelatihan yang cukup singkat itu kami belajar bagaimana menulis berita, teknik jurnalistik, bahasa jurnalistik, kode etik jurnalistik, dan termasuk langsung mempraktekkannya. Dan hal ini mampu memberikan perubahan persepsi jurnalistik yang cukup signifikan terhadap para peserta pelatihan. Tadinya kami berfikir bahwa untuk menjadi jurnalis itu susah dan hanya mereka yang belajar di bangku kuliah saja yang bisa melakukannya.Ternyata mitos seperti itu adalah keliru."Just Write, Speak up…Yes...!!!,” adalah kata-kata inspiratif dari pemateri pelatihan komunikasi, Asep M.Romli, yang memberikan inspirasi kepada para TKW untuk menulis dan memberitakan kepada dunia yang terjadi di Hong Kong melalui media. Dan kami membuktikannya, TKW Hong Kong bisa menjadi jurnalis.
Sudah menjadi resiko seorang jurnalis caci maki, hujatan, ejekan, bahkan intimidasi dari fihak-fihak yang merasa “tidak nyaman” dengan tulisan kami, kerap mampir di telinga ini. Stres…? iya. Tapi itu tidak lantas membuat kami menjadi down bahkan hal itu menjadi sumber kekuatan yang luar biasa untuk terus berkarya. Tentu saja kami berpegang teguh pada kode etik jurnalistik. Dan bila pada kenyataannya para jurnalis menjadi obyek hujatan, kami hanya bisa memakluminya. Mungkin mereka kurang mengerti prosedur jika fihak-fihak ini merasa dirugikan atas pemberitaan yang terbit. Tantangan dan kendala yang paling besar adalah ketika harus membagi waktu, karena pekerjaan utama kami adalah sebagai domestic helper. Seperti saya misalnya, saya menyiapkan naskah berita atau artikel ketika pekerjaan saya selesai, yakni sekitar jam 23.00 atau sebelum subuh saya sudah bagun dan mulai mengetik. Ngantuk, capek, semua jadi satu. Tapi saya menikmatinya karena menjadi seorang penulis atau jurnalis adalah pnggilan jiwa. Suka duka menjadi voulenter jurnalistik menjadi suatu kebahagian tak terperi ketika apa yang kami beritakan memberikan manfaat kepada umat. Setidaknya ini menjadi upaya dari diri kami untuk lebih memartabatkan buruh migran Indonesia di mata dunia.
Dalam pelatihan yang cukup singkat itu kami belajar bagaimana menulis berita, teknik jurnalistik, bahasa jurnalistik, kode etik jurnalistik, dan termasuk langsung mempraktekkannya. Dan hal ini mampu memberikan perubahan persepsi jurnalistik yang cukup signifikan terhadap para peserta pelatihan. Tadinya kami berfikir bahwa untuk menjadi jurnalis itu susah dan hanya mereka yang belajar di bangku kuliah saja yang bisa melakukannya.Ternyata mitos seperti itu adalah keliru."Just Write, Speak up…Yes...!!!,” adalah kata-kata inspiratif dari pemateri pelatihan komunikasi, Asep M.Romli, yang memberikan inspirasi kepada para TKW untuk menulis dan memberitakan kepada dunia yang terjadi di Hong Kong melalui media. Dan kami membuktikannya, TKW Hong Kong bisa menjadi jurnalis.
Sudah menjadi resiko seorang jurnalis caci maki, hujatan, ejekan, bahkan intimidasi dari fihak-fihak yang merasa “tidak nyaman” dengan tulisan kami, kerap mampir di telinga ini. Stres…? iya. Tapi itu tidak lantas membuat kami menjadi down bahkan hal itu menjadi sumber kekuatan yang luar biasa untuk terus berkarya. Tentu saja kami berpegang teguh pada kode etik jurnalistik. Dan bila pada kenyataannya para jurnalis menjadi obyek hujatan, kami hanya bisa memakluminya. Mungkin mereka kurang mengerti prosedur jika fihak-fihak ini merasa dirugikan atas pemberitaan yang terbit. Tantangan dan kendala yang paling besar adalah ketika harus membagi waktu, karena pekerjaan utama kami adalah sebagai domestic helper. Seperti saya misalnya, saya menyiapkan naskah berita atau artikel ketika pekerjaan saya selesai, yakni sekitar jam 23.00 atau sebelum subuh saya sudah bagun dan mulai mengetik. Ngantuk, capek, semua jadi satu. Tapi saya menikmatinya karena menjadi seorang penulis atau jurnalis adalah pnggilan jiwa. Suka duka menjadi voulenter jurnalistik menjadi suatu kebahagian tak terperi ketika apa yang kami beritakan memberikan manfaat kepada umat. Setidaknya ini menjadi upaya dari diri kami untuk lebih memartabatkan buruh migran Indonesia di mata dunia.
Kendati dunia jurnalis secara teori kami sudah tahu dan bahkan sudah mempraktekkannya dengan mengirimkan artikel-artikel ke media, tetapi kami masih ingin terus belajar dan belajar lagi. Dengan terbentuknya komunitas voulenter jurnalist, yakni “Comunication Club” kami tidak hanya mengembangkan ketrampilan tentang seluk beluk dalam menulis berita, bersilaturahmi antar anggota dengan mengundang pemateri, sharing pengalaman, akan tetapi juga belajar bagaimana berkomunikasi atau public speaking dengan baik. http://ddhongkong.org/comunication-club-terbuka-untuk-bmi-hong-kong/
Memang benar adanya, kerja keras 99% + bakat 1% = kesuksessan. Setiap kendala pasti ada solusinya. Ibaratnya 1001 jalan menuju Roma, maknanya di mana ada kemauan di situ pasti ada jalan, yakni jalan menuju kesuksessan. Siapapun Anda bisa menjadi seorang jurnalis bahkan menjadi seorang penulis buku, tak terkecuali TKW. Dan link dibawah ini adalah salah satu hasil karya para TKW di Hong Kong.
(Buku Panduan Investasi karya BMI-Hong Kong)
Dengan tersedianya fasilitas yang serba ada di Hong Kong, hal ini cukup membantu para TKW untuk terus berkarya. Sekali lagi, andil NGO sangat berpengaruh untuk membantu para TKW untuk terus mengembangkan potensi-potensi pada diri mereka.Seiring berjalannya waktu, NGO Indonesia di Hong Kong tumbuh bak jamur di musim penghujan. Begitu banyak aktifitas TKW selain menjadi pembantu rumah tangga pada saat libur hari minggu dan hari libur nasional di Hong Kong. Apa yang terjadi di Hong Kong perlu diberitakan. Media yang telah memberi kesempatan luas kepada TKW untuk menuangkan ide dan menyuarakan suara para buruh migran Indonesia, mudah-mudahan ini adalah titik awal lahirnya para penulis-penulis di luar negeri. Bagi Anda, yang telah menggeluti bidang ini keep writing teruslah menulis, buktikan eksistensi Anda sebagai penulis. Bagi Anda yang baru dan akan menceburi bidang kepenulisan just write tulis saja apa yang ada di fikiran Anda.
Salam dari kami di Hong Kong.
Salam dari kami di Hong Kong.